Kahlil Gibran lahir di Bsherri, Lebanon, 6 Januari 1883. Dalam usia remaja bersama ibunya pindah ke Boston, Amerika Serikat. Setelah kembali ke Lebanon untuk mempelajari sastra Arab, mulai tahun 1905 karya-karyanya terbit dan menarik perhatian, terutama Sang Nabi. Ia memperluas pandangan sastra dan belajar melukis di Paris, kemudian menetap di New York, mendirikan studio "Pertapaan". Buku-bukunya yang terkenal selain Sang Nabi, juga Taman Sang Nabi, Pasir dan Buih, Sayap-Sayap Patah, Suara Sang Guru, Si Gila, Sang Pralambang, Sang Musyafir, dll. Ia meninggal 10 April 1931 karena sakit lever dan radang paru-paru.

Friday, September 10, 2010

Pengantar Kahlil Gibran By : Anthony R. Ferris

Kahlil Gibran (1883-1931), yang dikenal dunia sebagai "Sang Nabi Abadi dari Lebanon" dan "Orang Terpelajar pada Zamannya", dilahirkan di kota terkenal Bsharre yang dibanggakan sebagai pengawal hutan Cedar Suci Lebanon, tempat Raja Sulaiman mengambil kayu-kayu untuk membangun kuilnya di Yerusalem. Ayahnya bernama Kahlil Gibran, dan ibunya Kamila, adalah puteri Estephan Rahme, seorang pemuka agama.

Ketika Gibran lahir, orangtuanya memberinya nama Gibran, nama kakeknya dari garis ayah, sebagaimana adat Lebanon waktu itu. Karena itu Gibran menjadi terkenal dengan nama Gibran Khalil Gibran, nama yang ditulisnya dalam Bahasa Arab, meskipun dalam Bahasa Inggris ia memakai nama Kahlil Gibran.

Pendidikannya dimulai dengan belajar bahasa Arab dan bahasa Siria di kota kelahirannya. Kemudian pada usia dua belas tahun ia berangkat ke Amerika Serikat bersama ibunya, saudaranya Peter, dan dua saudara perempuannya Miriana dan Sultana, dan menetap di Boston sejak bulan Juni 1895.

Di Boston ia memasuki sekolah negeri untuk anak laki-laki selama dua setengah tahun, selanjutnya pindah ke sekolah malam untuk menuntut pengetahuan umum selama setahun. Atas desakannya, ibunya mengirimkannya kembali ke Lebanon untuk memasuki Madrasah al-Hikmah (Sekolah Kebijaksanaan) yang terkenal, yang didirikan oleh cendekiawan Joseph Debs di kota Beirut. Setelah lulus tingkat bakeloreat, ia mengelilingi Siria dan Libanon, mengunjungi tempat-tempat bersejarah, puing-puing serta peninggalan peradaban kuno.

Pada tahun 1902 ia meninggalkan Lebanon, dan tidak pernah kembali lagi, menuju ke Amerika Serikat untuk mengabdikan dirinya pada bidang seni lukis, kesenian yang digemarinya sejak kecil.

Gibran agak pemalu, dan tidak ramah; ia menghindari pergaulan dengan teman dan tetangganya agar dapat menyendiri dan mencurahkan tenaga untuk membaca dan meditasi. Sebagian besar masa kecilnya dihabiskan untuk membaca, menulis dan melukis. Jika anak-anak lain berhasil mengajaknya bercakap-cakap, dia pasti menceritakan hal-hal aneh yang tidak dapat dipahami, sehingga mereka menganggap Gibran seorang anak yang aneh.

Pada tahun 1908 ia memasuki Akademi Seni Rupa di Paris, belajar selama tiga tahun di bawah pengawasan dan bimbingan pematung terkenal Auguste Rodin. Seniman besar ini meramalkan masa depan yang gemilang bagi Gibran. Kecakapan Gibran yang luar biasa juga mengilhami sahabatnya, Henri de Boufort, yang berkata, "Dunia pasti mengharap banyak dari penyair-pelukis Lebanon ini, yang sekarang ini menjadi William Blake abad ke-20."

Setelah menamatkan studinya di Paris, Gibran kembali menetap di New York, tetapi tiap tahun ia pergi ke Boston, tempat "perlindungannya", untuk menghabiskan liburan bersarna saudara perempuannya, Miriana, juga untuk melukis dan menulis di kala senggang.

Catatan tentang kesedihan yang muncul begitu sering dalam sajak, cerita dan surat Kahlil Gibran boleh jadi berasal dari musibah yang sering menimpanya di masa muda. Pada bulan April 1902, saudara perempuannya Sultana meninggal; pada bulan Februari 1903, saudara laki-lakinya Peter juga meninggal di saat sedang menikmati kegembiraan masa mudanya; dan tiga bulan kemudian ia kehilangan ibunya yang dicintainya dengan sepenuh hormat.

"Kata yang terindah di bibir umat manusia," kata Gibran, "adalah kata 'Ibu', dan panggilan terindah adalah 'Ibuku'." Itulah kata yang penuh harapan dan cinta, kata manis dan sayang yang keluar dari relung hati. Ibu adalah segalanya. Dialah pelipur duka kita, harapan kita di kala sengsara dan kekuatan di saat kita tak berdaya. Dialah sumber cinta, belai kasih, simpati dan ampunan. Barangsiapa kehilangan ibu, ia kehilangan suatu semangat murni yang senantiasa melimpahkan restu dan lindungan.

"Segalanya dalam semesta alam ini membutuhkan ibu. Matahari adalah sang ibu yang senantiasa memberikan santapan kehangatan pada bumi. la tidak pernah meninggalkan semesta alam di malam hari sampai ia selesai menidurkan bumi lelap dalam dekapan nyanyian laut dan kidung burung-burung dan anak-anak bengawan. Dan bumi ini pun adalah sang ibu bagi pepohonan dan bunga-bungaan. la melahirkannya, merawatnya dan menyapihnya. Pepohonan dan bunga-bungaan pun adalah ibu bagi buah-buah dan biji-bijian yang baik. Dan sang ibu, sang purwarupa bagi semesta yang ada, ialah semangat abadi yang penuh dengan keindahan dan cinta."

Sebagaimana telah diketahui dari berbagai terbitan karya-karyanya yang dibaca secara luas dalam berbagai bahasa, bakat yang dipupuk Gibran di waktu mudanya itu dipertahankannya sampai akhir hidupnya. Dalam surat-surat berbahasa Arab yang telah saya himpun dan saya terjemahkan untuk buku ini, pembaca akan mengenal kekayaan simbolisme yang menandai gaya khas Gibran. Di samping itu para pecinta Gibran akan disuguhi berbagai wawasan yang hanya bisa dihasilkan melalui pengamatan terhadap hubungan-hubungan kehidupan nyata. Banyak wawasan Gibran yang paling teliti dapat diungkapkan lewat surat-surat ini. Seperti halnya karya puisi dan filsafatnya, surat-surat ini mengungkapkan perpaduan yang unik antara ciri filsafat Timur dan Barat dalam pemikiran Gibran - suatu kombinasi yang biasanya membingungkan pikiran Barat. Kadang-kadang orang merasakan bahwa emosi yang diungkapkan nyaris terlalu dalam untuk dituangkan dalam kata-kata, yang tampaknya terenggut dengan berat dirinya oleh suatu daya paksa dalam dirinya.

Perkembangan dunia dewasa ini meningkatkan perhatian pada sastra Arab, dan bangsa-bangsa berbahasa Inggris sekarang ini sedang mengadakan studi eksplorasi yang mendalam atas karya-karya yang patut dimuliakan ini, yang tak ternoda oleh pengaruh Barat.

Orang-orang Arab, walaupun berabad-abad tenggelam dalam pergolakan politik dalam negeri dan campur tangan asing, tetap bertahan dan mempertinggi kepribadian mereka yang kuat. Sementara dunia Barat sedang mencari pemecahan problema-problemanya secara praktis lewat ilmu pengetahuan, berbagai bangsa yang meliputi dunia yang berbahasa Arab lebih suka memandang kehidupan ini dengan terminologi puisi dan filsafat. Dalam iklim budaya yang dibimbing oleh ajaran Nabi Muhammad dan para pengikutnya, para penulis Arab menangkap semangat bangsanya, yang mencerminkan pengabdian kepada tanah air serta kesetiaan sepenuhnya terhadap para penguasa, benar atau salah. Tanpa tersentuh oleh prasangka keagamaan atau kecewa dengan teori-teori ilmiah, para penulis Arab itu merasakan sebuah kebebasan mengungkapkan rasa yang boleh jadi sangat dicemburui kalangan sastrawan Barat. Mereka menciptakan pola-pola inkonvensional mereka sendiri yang tak dapat dibelokkan oleh sejumlah tekanan ataupun kritik dari luar. Dalam suasana perhatian terhadap karya-karya berbahasa Arab sekarang ini, tak seorang pun pengarang dari Timur yang memberikan persembahan lebih besar daripada Kahlil Gibran, karena dialah yang berdiri sendirian di atas puncak segala yang indah dalam sastra Timur.

ANTHONY R.FERRIS
Austin, Texas
13 Mei, 1959

Sumber : Buku Potret Diri Kahlil Gibran

Tag : Cinta dan Anugerah, Cinta Kahlil Gibran, Puisi Persahabatan, Puisi Waktu

7 comments:

chuckySharpeye said...

malam sob...!!mantab2
salam kenal heheheheh!!

Vallent Rastafara said...

terima kasih sudah berkunjung di vapraboys.blogspot.com

tes said...

thanks ya.... link juga udah aku pasang

Anonymous said...

Ok sob. nice post .. n linknya dah saya pasang juga .. thanks

Elvoma Anatha said...
This comment has been removed by the author.
Elvoma Anatha said...

kok back link nya belum di pasang sob?
http://vomanet.com

Ririe Khayan said...

Oke, sipp...mantap...

Post a Comment